SM3T SUMBA BARAT DAYA

Aku dan SM-3T

Perkenalkan aku Dista Arfian Nur Handika S.Pd, SM3T UNNES angkatan 2016. Keitkutsertaanku mengikuti SM3T diawali dari cerita seniorku di Mahapala. Ada dua orang yang mengikuti SM-3T. Mereka bercerita mengenai pengalaman mengabdi di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) yang begitu inspiratif. Pada saat mereka berbagi pengalamannya, aku menjadi sangat tertarik dengan program dari Kemendikbud tersebut. Saat itu pula aku berniat untuk mengikuti SM-3T, mengikuti jejak para senior mahapala.
Pada bulan Juni 2016, aku menyelesaikan kuliah S1 Pendidikan Otomotif. Di bulan itu, banyak kabar simpang siur mengenai pembukaan pendaftaran SM3T. Tak banyak informasi yang ku tau tentang SM-3T , ketika aku membuka sosial media (Instagram), aku baru tahu bahwa besok adalah hari akhir pendaftaran SM3T. Dengan berbekal niat dan tekad yang kuat, aku menyiapkan berkas untuk mendaftar SM3T. Aku mulai scan semua berkas dengan aplikasi di HP, karena saat tahu informasi itu aku sedang dirumah dan masih jarang alat scanner di kotaku Lasem. Dengan persiapan yang minim, Alhamdulillah aku lulus seleksi administrasi. Kemudian dilanjutkan tes on-line. Persiapan sangat minim tak menyurutkan niatku untuk mengikuti SM3T. Walau pada kenyataanya aku harus menjalani tes jurusan tehnik mesin, sedang sebenarnya aku lulusan tehnik otomotif, aku tetap teguh niat mengikuti tahapan demi tahapan. Awalnya aku tidak begitu yakin untuk dapat lolos, namun Alhamdulillah ternyata aku lolos tes online. Selanjutnya aku berhak mengikuti tes wawancara dan microteaching.
Pada saat tes simulasi mengajar, mata pelajaran yang akan ku ajarkan adalah pengukuran. Dengan modal KTM yang sudah tidak berlaku lagi, aku beranikan diri untuk meminjam micrometer di kampus sebagai media pembelajaran. Setelah selesai microteaching kemudian dilanjutkan wawancara. Pertanyaan yang klasik mengenai kemauan sampai pengetahuan tentang 3T. Microteaching dan wawancara telah terlewati meskipun keyakinan untuk lolos begitu tipis. Semua itu karena aku merasa performan saat microteaching dan jawaban saat wawancara kurang meyakinkan. Namun Alhamdulillah aku lolos dan berhak mengikuti pra kondisi untuk menjadi guru yang mendidik di daerah 3T.
Prakondisi dimulai selama tanggal 15-31 Agustus 2016. Sebelumnya aku telah melakukan persiapan untuk menjalaninya. Ada perasaan bahagia dan haru saat itu,, Tibalah saat prakondisi,yang bertempat di Bandungan Kabupaten Semarang oleh pelatih TNI AD. Selama 14 hari kami dilatih dan dibekali ilmu untuk hidup dan mengabdi di daerah 3T. Pada 3 malam terakhir, tibalah pengumuman penempatan daerah mengabdi para SM3T. Aku bersama teman-teman seperjuangan rombel 2 ditempatkan di Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Tak pernah sebelumnya, dalam benakku terpikir tentang pulau Sumba. Selang dari pengumuman penempatan itu, aku mulai mencari-cari informasi mengenai pulau Sumba, terutama kabupatern Sumba Barat Daya. Tak ada informasi yang cukup berarti, karena memang merupakan daerah yang benar-benar terpencil. Sebelum keberangkatan, ada jeda 2 hari untuk pulang ke rumah meminta restu kepada orang tua. Aku kembali ke rumah dan mempersiapkan semua berkas untuk keberangkatan. Ketika aku meminta restu pada orang tua dan keluarga, ibuku meneteskan air mata. Sebagai orang tua, tentunya memang berat apabila ditinggal anaknya merantau untuk waktu yang cukup lama. Sekitar satu tahun kedepan aku akan mengabdi di pulau Sumba. Pada awalnya berat meninggalkan zona nyaman di kampung halaman, namun karena sudah keputusan bulat aku berangkat menuju penempatan bersama teman-teman lainnya.
Hari pemberangkatan pun tiba. Kami berjumlah 76 dibagi 2 kloter pemberangkatan. Kloter pertama pada tanggal 05 September 2016, sedang kloter kedua tanggal 06 September 2016. Aku terdaftar di kloter 2. Untuk menuju pulau Sumba, kami transit di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali terlebih dahulu. Setelah itu baru dilanjutkan perjalanan ke Sumba.  Dari jendela pesawat ku lihat begitu indahnya pemandangan pulau Sumba, meskipun masih samar, itu membuatku lebih ingin segera menginjakkan kaki di tanah merapu itu. Sampailah kami, di bandara Tambolaka. Salah satu bandara di pulau Sumba itu, tidak begitu besar, namun cukup unik dan kental dengan budaya sumba.
Sampai di bandara kami dijemput oleh dinas pendidikan kabupaten Sumba barat daya yang diwakilkan oleh pak kaniman. Dari bandara kami langsung diantar ke hotel Sumba Sejahtera. Sesampainya di hotel kami bertemu dengan teman-teman yang sudah sampai lebih dahulu selang satu hari tiba di Sumba. Pukul 15.30 WIT di ruang pertemuan hotel Sejahtera, di adakan penyambutan resmi dari dinas pendidikan kabupaten Sumba Barat Daya. Pada sesi akhir penyambutan tersebut, kami semua satu rombongan SM3T UNNES 2016 mendapatkan sepotong kain tenun ikat asli Sumba Barat Daya. Kami sangat bahagia dengan penyambutan dan penghargaan yang diberikan. Semenjak itu kami lebih kuatkan tekat dalam menjadi bagian kemajuan kabupaten Sumba Barat Daya.
Agenda hari pertama tiba di Tambolaka, sangatlah padat. Belum cukup kami beristirahat, malam harinya kami sudah dinanti warga muslim yang ada di sekitar hotel. Mereka juga menyambut kedatangan kami. Kami sangat bahagia, karena mengingat di pulau Sumba di tahun terakhir yang kami ketahui, mayoritas agamanya adalah Kristen dan Katolik, jadi itu hal yang sangat penting bagi kami untuk memperkuat akidah. Setelah. Di masjid Al-Fallah, masjid utama yang ada di pusat kota Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Daya ini, kami disambut penuh keramahan dan kehangatan. Satu pesan yang aku ingat, untuk senantiasa menjaga iman agar tetap terjaga. Penyambutan selesai sekitar pukul 22.00 WITA, selanjutnya kami kembali ke Hotel Sumba Sejahtera. Lalu sesampainya di Hotel, kami tidak langsung istirahat. Kami semua berkumpul bersama, membahas hal-hal yang akan dipersiapkan untuk terjun ke lapangan. Kami berkumpul untuk menentukan koordinator kecamatan dan pengurus kecamatan. Di kabupaten Sumba Barat Daya, kami dialokasikan diberbagai kecamatan. Ada 11 kecamatan, satu kecamatan terdiri dari beberapa orang. Aku ditempatkan di kecamatan Wewewa Barat. Pada malam itu, aku sangat lelah. Aku memilih duduk di belakang dan tiba-tiba teman-teman memilih aku sebagai koordinator kecamatan. Aku menerimanya, walaupun dengan perasaan yang berat. Setelah semua kecamatan ditetapkan koordinatornya, kami beranjak untuk istirahat malam.
Pagi harinya, kami diminta bersiap untuk dijemput ke lokasi penempatan. Seusai sarapan kami sudah menunggu penjemputan di ruang tunggu hotel. Para kepala sekolah atau yang diwakilkan sudah mulai berdatangan untuk menjemput kami menuju sekolah penempatan masing masing. Pak Illu Kailla Palli selaku Kepala Sekolah tempat pengabdian kami pun tiba di hotel. Beliau terlihat sangat ramah, saat pertama kali berjumpa dengan kami. Dengan penuh rasa kekeluargaan, kami diantarkan menuju lokasi penempatan.
Di sekolah penempatan kami berjumlah empat orang SM3T, yakni aku, Nur Amin, Nur Afif, dan Nofi Puji Lestari. Dalam perjalanan menuju lokasi penempatan, kami saling tanya jawab dengan pak Illu, mengenai keingintahuan kami tentang kabupaten Sumba Barat Daya. Di perjalanan pak Illu juga menjelaskan arti nama kecamatan Waimangura tempat dimana kami mengabdi. Wai artinya air dan Mangura artinya mengalir, itu berarti banyak sumber air yang mengalir di daerah kecamatan tersebut, meskipun aksesnya masih sangat sulit. Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, sampailah kami di lokasi penempatan, yakni SMK Negeri 1 Wewewa barat.
Pertama kali kami menginjakan kaki di SMK Negeri 1 Wewewa Barat, kami begitu terpesona dengan suasananya yang begitu jauh dari angan-angan. Sekolah tersebut dapat terbilang cukup maju, untuk daerah 3T, bangunannya bagus, sarana dan prasarana cukup lengkap. Disana kami mulai dengan saling memperkenalkan diri dan bertegur sapa. Setelah itu, kami dijelaskan bahwa nantinya selama pengabdian, kami akan bertempat tinggal di mess yang jaraknya tak jauh dari sekolah. Diantarlah kami menuju mess yang akan kami tempati. Sesampainya disana kami langsung membersihkan mess, agar nyaman dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Hidup di perantauan membuat kami mandiri. Apabila dirumah kami hanya tinggal makan makanan yang ada di meja makan. Diperantauan kami harus memasak terlebih dahulu. Dengan bahan yang apa adanya dan peralatan yang minim, yakni kompor minyak tanah yang rusak, itupun pinjaman dari teman guru. Namun hal tersebut tak membatasi kami dalam membuat makanan-makanan yang cukup menggoyang lidah. Banyak sekali responden yang mengatakan demikian, apalagi kalau mereka makan dalam keadaan lapar. Kemandirian secara pelan tapi pasti melekat dalam jiwa kami. Selain karakter mandiri, kami juga berlatih tentang toleransi dan saling menghargai satu sama lain. Ada satu yang cukup terkenang, yakni tentang anjing liar yang suka datang ke mess kami. Kami terbiasa dengan datangnya anjing tersebut. Sampai pada akhirnya kami namakan anjing tersebut Beki. Beki awalnya belum terbiasa dengan keberadaan kami, namun akhirnya Beki yang setia menjaga mess kami, ketika kami pergi. Meskipun kami harus senantiasa berhati-hati, tentang sikap Beki yang kadang dapat masuk tiba-tiba kedalam mess dan menjilati peralatan masak dan makan. Kami tetap menyayangi Beki. Untuk perabotan yang terkena air liur Beki, kamipun sudah terbiasa dengan mensucikannya dengan dibasuh air tujuh kali, dan salah satunya dicampur dengan tanah.
Pada pelaksanaan pendidikan yang ada di sekolah-sekolah Sumba Barat Daya, umumnya belum bersifat ramah anak. Aku dan teman-teman sering kali mendiskusikan hal tersebut. Anak-anak didik kami, telah terbiasa dengan sistem pendidikan yang keras. Mereka akan dipukul, ketika melakukan kesalahan sedikit saja. Bahkan, dalam beberapa kasus ada anak yang dipukul sampai berdarah-darah. Aku bersama tim SM3T berusaha merubah paradigma pembelajaran di sekolah penempatan masing-masing. Agar lebih manusiawi dan penuh cinta kasih. Dalam karakter profesionalisme guru terutama penguasaan materi para guru disinipun masih minim. Rentan sekali terjadi salah konsep pada anak, akibatnya banyak anak lambat belajar.
Pengalaman SM3T yang aku alami sangatlah istimewa. Meskipun tak jarang aku merasa rindu kampung halaman, dan sering kali pula kesulitan datang menyapa, namun rasa cinta pada hal-hal baru pertama kali ku dapat di Sumba begitu kuat. Aku sangat bersyukur mendapat kesempatan Tuhan, untuk dapat menengok indahnya pulau Sumba. Terutama alamnya yang indah. Budayanya juga sangat unik dan tentunya tentang kisah di penempatanku di SMK Negeri 1 Wewewa Barat. Di Sumba, aku mendapatkan banyak keluarga baru. Banyak hal yang aku alami bersama teman-teman yang sangat seru, lucu, haru dan menyenangkan.

Komentar

Postingan Populer